Laman

Kamis, 22 Juli 2010

Rasa Sakit



Mazmur 147:3


”IA menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut


  luka-luka mereka”
Dalam suatu tayangan Oprah show ditampilkan seorang anak (6th) yang tidak memiliki rasa sakit sejak lahir. Anak itu memang mengalami kelainan disalah satu syaraf ; yang  tidak bisa mengirim rasa rasa sakit ke syaraf pusat. Suatu hari anak itu mencungkil sebelah matanya sendiri hingga ia mengalami kebutaan permanen. Tapi ia tidak merasa sakit samasekali, walaupun yang melihat merasakan rasa ngeri. Tangannyapun pernah  terbakar  parah karena ia memegang  bola lampu   yang sedang berpijar. Iapun juga tidak merasa sakit, sementara kedua orangtuanya sangat cemas. Ia menangis bukan karena merasa sakit, tapi karena merasa takut.  Kondisi itu benar-benar membahayakan dirinya sendiri, bahkan dimungkinkan membahayakan pihak lain juga. Tentu saja pengawasan terhadap anak tersebut extra ketat. Kedua orang tuanya selalu waspada, bahkan memberi perlindungan terhadap segala kemungkinan. Mereka berusaha menciptakan suasana yang aman bagi anak itu.
Saudara… tidak seorangpun menyukai rasa sakit. Sedapat mungkin kita pasti menghindari rasa sakit tersebut. Namun tak ada seorangpun yang luput dari rasa sakit. Ada banyak hal yang dapat menyebabkan kita merasa sakit , misalnya  sakit penyakit, ketidak adilan, kecurangan,pengkhianatan,penolakan, bencanaalam, kecelakaan  dll. Itu rasa sakit fisik atau sakit hati.   Tetapi ternyata rasa sakit itu baik bagi kita. Karena dengan rasa sakit itu membuktikan kalau kita manusia rapuh dan membutuhkan Tuhan. Allah Bapa mengizinkan rasa sakit mendera jalan hidup kita, supaya kita memahami bahwa kita perlu Tuhan. Karna hanya kasihNya yang sempurna yang dapat membalut dan menyembuhkan luka kita; baik itu luka fisik atau luka hati.   
Apakah saat Anda merasa kesakitan? Datanglah padaNya, dan  ijinkan Dia menyembuhkanmu! (YS)

Inisiatif berdoa seorang anak



Dulu kami tinggal disebuah kampung dipinggiran kota Solo bagian Utara. Masyarakatnya hidup rukun. Kami merasakan azas kekeluargaan yang sangat kental, sehingga kami akan saling mengenal antara satu dengan yang lain. Azas gotong royong masih menjadi dasar yang kokoh hidup bermasyarakat.
Suatu hari di musim penghujan, tiba-tiba talut selokan besar dikampung kami jebol karena tidak kuat menahan kuatnya arus hujan yang sangat besar.  Tepatnya dibelakang rumah bapak RT kami. Bahkan tembok dapur Pak RT ikut terbawa arus. Otomatis perlengakapan dapurpun berenang menghilang . Hujan semakin lebat, maka arus airpun semakin kencang dan besar.  Malah sore itu disertai halilintar yang sambar menyambar .  Ketika diketahui  air semakin banyak masuk rumah bapak RT, sontak kentongan-pun dipukul berkali-kali tanda ada banjir.  Serentak masyarakat  gotong royong. Bukan saja masyarakat dari kampung kami tetapi juga dari kampung sekitar kami. Keadaan menjadi hiruk pikuk. Semua berusaha menyelamatkan barang-barang yang masih bisa diselamatkan antara lain perlengkapan dapur, buku-buku  catatan kampung, meja kursi, serta perabot-perabot rumah yang lain.  Sore itupun akupun ikut sibuk membantu.  Aku juga ikut hilir mudik membawa barang-barang yang dapat diselamatkan ke rumah tetangga sebelah Pak RT. Ketika terjadi banjir itu , penghuni rumah atau bapak dan ibu RT sedang tidak ada dirumah. Mereka sedang ada keperluan keluarga.  Terdengar suara tangisan anak-anak yang ketakutan karena halilintar yang terus sambar menyambar. Akupun sebenarnya juga takut, apalagi sebenarnya saat itu aku agak kurang enak badan. Tetapi sebagai warga kampung yang baik aku ingin berpartisipasi , kuabaikan  rasa takut dan sakitku. Aku ingat betul waktu itu  mengenakan jaket hijau lumut yang agak gombrong, aku merasa sangat dingin.
Lalu aku mendengar suara anak-anak  bertangisan. Mereka anak-anak tetangga sebelah rumah Pak RT. Mereka menangis ketakutan karena mereka pikir rumah mereka juga akan terendam air.  Suara jerit tangis mereka nyaris tak terdengar karena derasnya bunyi hujan , juga karena halilintar yang terus sambung menyambung.  Tentu saja aku tak memperdulikan mereka , karena selain aku sibuk mondar mandir memindahkan barang-barang, aku juga berpikir pasti ada orang tua mereka.  Ada juga seorang anak yang menangis sangat keras, dia adalah seorang anak yang sedang bermain   tetapi tidak bisa pulang karena hujan deras itu. Dia takut tidak bisa pulang. Kulihat beberapa orang tua berusaha menenangkannya.
Keadaan semakin hiruk pikuk ketika hujan tidak kunjung reda, dan halilintarpun tak kunjung berhenti, arus airpun makin besar.  Masyarakat semakin kerja keras, bergotong royong menyelamatkan perabot-perabot berat rumah Pak RT. Demikian juga dengan aku,  semakin sibuk membawa barang-barang , memindahkan ke tempat yang cukup aman.  Ketika aku masih sangat sibuk, tiba-tiba aku merasa ada yang menarik-narik jaketku.  Pada mulanya kukira itu anakku, sehingga tidak kuhiraukan. Tetapi makin lama tarikannya makin kurasakan sangat mengganggu. Lalu aku menoleh ke arah anak itu. Ternyata bukan anakku. Tetapi seorang anak yang rumahnya disebelah Pak RT. Sebut saja Reni. Dia menarik jaketku dengan tarikan erat. Ketika aku menoleh padanya, anak itu berkata,” Mbak, kita perlu berdoa!”. Kutatap matanya yang sembab . Keseriusan terpancar jelas dari mimik mukanya yang mungil. Dalam hati aku agak geli melihat mimik muka seorang anak yang sangat serius itu. Tetapi keseriusannya membuatku jadi ikut serius. “Mbak,..kita perlu berdoa!” ulangnya sambil menarik tanganku ke rumahnya. Spontan aku menjawab,”Ya…mari kita berdoa bersama.”
Akupun menurut. Kuikuti langkah kecil anak itu ke rumahnya. Ternyata disana telah ada dua saudaranya yang menunggu. Kedua anak itu duduk bertelut di lantai. Lalu kembali anak itu menarikku untuk cepat-cepat duduk bersama mereka. Mata mereka menatapku, seolah memintaku untuk memimpin dalam doa.  Lalu aku mengajak  mereka bergandengan tangan. Aku memimpin doa yang singkat dan padat, memohon pada Tuhan untuk menolong kami dan melindungi kami juga memohon supaya Tuhan meredakan hujan dan halilintar yang menakutkan itu. Kuakhiri doaku dengan kata Amin. Nampak kelegaan diwajah mereka.  Aku menguatkan mereka supaya jangan takut dan khawatir karena Tuhan pasti melindungi kita dan mendengar seruan doa kita. Mereka manggut-manggut meng-amini.
Lalu aku kembali ke tempat rumah Pak RT dengan maksud membantu lagi. Tetapi di dalam hati, jujur aku sangat malu pada diriku sendiri. Karena anak kecil yang menarik jaket itu  memberiku pelajaran hidup supaya aku tidak mengandalkan kekuatan manusia dalam mengatasi setiap musibah atau situasi yang tidak kita harapkan.  Jujur saja dalam benakku memang tidak ada rencana untuk mendoakan masalah banjir, hujan deras atau halilintar yang sambar menyambar itu. Kuanggap itu biasa-biasa saja dan  kukira masyarakat pasti bisa mengatasinya. Aku seolah-olah tertempelak telak.  Aku bertanya pada diriku sendiri kenapa inisiatif berdoa itu bukan dari diriku? Tetapi inisiatif itu malah dari seorang anak yang acapkali kita remehkan, yang kita angap tidak tahu apa-apa. Pelajaran lain yang kudapat dari peristiwa itu adalah, selalu melibatkan Tuhan Sang Khalik dalam hidup kita. Aku bersyukur, karena Tuhan mengingatkanku lewat seorang anak.
Selang waktu sekitar lima menit  hujan mereda, halilintar berhenti. Oh..aku sangat percaya Tuhan mendengar seruan doa anak-anak yang masih polos  itu. Itu membuktikan bahwa Tuhan berkuasa menolong dalam keadaan apapun, bahwa Tuhan mendengar seruan doa umatNya.
Keadaan menjadi tenang. Arus airpun mereda sedikit demi sedikit. Anak-anak tidak ketakutan lagi. Masyarakatpun mulai dapat beristirahat. Tak lama kemudian pemilik rumah atau bapak ibu RT kami datang dan mengucapkan terimakasih atas kepedulian dan kerjasama kami dalam menyelamatkan rumah serta isinya.
Meski sekarang aku sudah pindah tempat tinggal, tetapi peristiwa itu kusimpan rapi dihatiku. Inisitiaf berdoa seorang anak, mengajarku untuk tidak melupakan peranan doa. Terimakasih Reni !

Minggu, 18 Juli 2010

Lupa bawa Kolekte...............



Sore itu dalam suatu persekutuan oikoumene saya duduk disamping seorang tante yang sudah cukup berumur. Tante ini termasuk anggota oikoumene yang setia.  Menjelang akhir  ibadah, kantong  kolekte di edarkan. Sementara kantong itu belum sampai ke tempat duduk kami, aku melihat tante ini sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Kegelisahan mulai terpancar dari raut wajahnya yang mulai keriput. Dengan diam-diam terus kuperhatikan dia. Saya jadi tidak tega dan ingin tahu apa yang dia cari.
“Tante, ada sesuatu yang dicari?”
“Iya. Saya rasa tadi dompet sudah saya masukkan ke dalam tas , ternyata belum. “
Sayapun tahu arah pembicaraannya.
“Tidak apa-apa Tante,…besok-besok lagi masih ada kolekte kok.” Kataku menenangkan.
”Tapi,…saya jadi nggak enak.”
“Nggak apa-apa Tan…”
                   Akhirnya kantong itu hanya numpang  lewat di depan tante tersebut. Saya mengira masalah itu telah selesai. Ternyata belum bagi tante itu. Ketika snack dibagikan, tante itupun menolak mentah-mentah. Sayapun jadi sedikit heran dengan sikap tante yang saya anggap agak berlebihan. Meskipun saya paksa untuk menerima, tante itu tetap tidak mau.  Saya tidak tahu persis alasan dia menolak snack, tapi saya kira masih ada kaitannya dengan dompetnya yang ketinggalan  sehingga ia tidak dapat memberi kolekte. Iapun pulang dengan membawa ‘rasa bersalah” karena tidak memberi kolekte.
Malam itu juga saya melupakan peristiwa  tersebut  dan sama sekali tidak mengingatnya. Hal yang biasa jika uang ketinggalan lalu tidak bisa memberi kolekte. Ternyata,………………masalah itu belum juga selesai bagi tante yang setia itu. Hari Senin  sekitar jam tujuh pagi, tante itu datang kerumah.  Ia menyerahkan sebuah amplop lengkap dengan namanya yang tertulis, amplop itu di-lem rapat.
“Bu,… saya nitip persembahan saya yang kemarin lupa itu ya….”
Dengan sedikit heran, kuterima amplop itu.
“Wah..tante memang hebat. Tante sangat menghargai perkara rohani, .” kataku sambil mengacungkan jempol.
“Iya,..saya nggak enak sama Tuhan. Saya yang salah, karena saya tidak meneliti apa yang harusnya saya bawa di dalam tas.”
Singkat cerita, tante itu pulang dengan hati yang lega alias plong.
,..terkadang kita menganggap hal yang biasa jika kita lupa membawa kolekte atau malah pura-pura lupa supaya kantong pribadi tetap terisi tak peduli dengan kantong kolekte yang melintas di depan kita.  Hari itu saya mendapat pelajaran yang berharga.  Tante itu  menghargai perkara rohani dan mengerti makna Firman Tuhan yang mengatakan “ Janganlah ia menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa” (Ulangan 16:16b). ada sesuatu yang bisa kita bawa ke hadirat Tuhan. Selain hati kita, juga sebagian berkat-berkat yang Tuhan telah berikan yaitu persembahan.  Seberapa seriuskah selama ini kita mengganggap  tentang kolekte atau persembahan?  Memang Tuhan tidak memandang seberapa besar yang dapat kita beri. Tuhan lebih melihat sikap hati kita dalam memberi. Tetapi jika sikap hati kita lurus dihadapaNya dan kita mengasihiNya, maka tak mungkin kita tidak memberi . Toh..apa yang kita miliki, semua  adalah pemberian Tuhan. 
Jika menghargai perkara rohani, maka kita tidak akan melupakan hal-hal semacam itu. Mestinya sudah kita persiapkan dari rumah. Jangan pura-pura lupa,..karena dihadapan Tuhan tak ada sesuatupun yang tersembunyi, termasuk sikap hati yang tak seorangpun tahu. Ada orang yang sangat memperhatika masalah uang kolekte. Uang itu sedapat mungkin yang terbaik, tidak sobek atau kumel (supaya bendahara tidak pusing,  hehehe…). Jumlahnyapun perlu dipertimbangkan. Apakah layak kita memberi persembahan seperti kita memberi tukang parkir? (uang parkirpun sekarang sudah naik?), atau seperti memberi pengamen?    Oh…tidaklah yao…….Tuhan layak menerima semua yang terbaik dari kita.  Dan saya percaya Tuhan memperhatikan dan menghargai sikap hati kita yang terpancar melalui cara kita memberi.  
Kecuali kalau memang tidak punya uang untuk kolekte, itu lain cerita. Jangan jadikan itu sebagai alasan untuk tidak datang beribadah.
Marilah kita terus belajar menghargai perkara rohani “…sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Kor 9:7).

Lupa bawa Kolekte...............



Sore itu dalam suatu persekutuan oikoumene saya duduk disamping seorang tante yang sudah cukup berumur. Tante ini termasuk anggota oikoumene yang setia.  Menjelang akhir  ibadah, kantong  kolekte di edarkan. Sementara kantong itu belum sampai ke tempat duduk kami, aku melihat tante ini sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Kegelisahan mulai terpancar dari raut wajahnya yang mulai keriput. Dengan diam-diam terus kuperhatikan dia. Saya jadi tidak tega dan ingin tahu apa yang dia cari.
“Tante, ada sesuatu yang dicari?”
“Iya. Saya rasa tadi dompet sudah saya masukkan ke dalam tas , ternyata belum. “
Sayapun tahu arah pembicaraannya.
“Tidak apa-apa Tante,…besok-besok lagi masih ada kolekte kok.” Kataku menenangkan.
”Tapi,…saya jadi nggak enak.”
“Nggak apa-apa Tan…”
                   Akhirnya kantong itu hanya numpang  lewat di depan tante tersebut. Saya mengira masalah itu telah selesai. Ternyata belum bagi tante itu. Ketika snack dibagikan, tante itupun menolak mentah-mentah. Sayapun jadi sedikit heran dengan sikap tante yang saya anggap agak berlebihan. Meskipun saya paksa untuk menerima, tante itu tetap tidak mau.  Saya tidak tahu persis alasan dia menolak snack, tapi saya kira masih ada kaitannya dengan dompetnya yang ketinggalan  sehingga ia tidak dapat memberi kolekte. Iapun pulang dengan membawa ‘rasa bersalah” karena tidak memberi kolekte.
Malam itu juga saya melupakan peristiwa  tersebut  dan sama sekali tidak mengingatnya. Hal yang biasa jika uang ketinggalan lalu tidak bisa memberi kolekte. Ternyata,………………masalah itu belum juga selesai bagi tante yang setia itu. Hari Senin  sekitar jam tujuh pagi, tante itu datang kerumah.  Ia menyerahkan sebuah amplop lengkap dengan namanya yang tertulis, amplop itu di-lem rapat.
“Bu,… saya nitip persembahan saya yang kemarin lupa itu ya….”
Dengan sedikit heran, kuterima amplop itu.
“Wah..tante memang hebat. Tante sangat menghargai perkara rohani, .” kataku sambil mengacungkan jempol.
“Iya,..saya nggak enak sama Tuhan. Saya yang salah, karena saya tidak meneliti apa yang harusnya saya bawa di dalam tas.”
Singkat cerita, tante itu pulang dengan hati yang lega alias plong.
,..terkadang kita menganggap hal yang biasa jika kita lupa membawa kolekte atau malah pura-pura lupa supaya kantong pribadi tetap terisi tak peduli dengan kantong kolekte yang melintas di depan kita.  Hari itu saya mendapat pelajaran yang berharga.  Tante itu  menghargai perkara rohani dan mengerti makna Firman Tuhan yang mengatakan “ Janganlah ia menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa” (Ulangan 16:16b). ada sesuatu yang bisa kita bawa ke hadirat Tuhan. Selain hati kita, juga sebagian berkat-berkat yang Tuhan telah berikan yaitu persembahan.  Seberapa seriuskah selama ini kita mengganggap  tentang kolekte atau persembahan?  Memang Tuhan tidak memandang seberapa besar yang dapat kita beri. Tuhan lebih melihat sikap hati kita dalam memberi. Tetapi jika sikap hati kita lurus dihadapaNya dan kita mengasihiNya, maka tak mungkin kita tidak memberi . Toh..apa yang kita miliki, semua  adalah pemberian Tuhan. 
Jika menghargai perkara rohani, maka kita tidak akan melupakan hal-hal semacam itu. Mestinya sudah kita persiapkan dari rumah. Jangan pura-pura lupa,..karena dihadapan Tuhan tak ada sesuatupun yang tersembunyi, termasuk sikap hati yang tak seorangpun tahu. Ada orang yang sangat memperhatika masalah uang kolekte. Uang itu sedapat mungkin yang terbaik, tidak sobek atau kumel (supaya bendahara tidak pusing,  hehehe…). Jumlahnyapun perlu dipertimbangkan. Apakah layak kita memberi persembahan seperti kita memberi tukang parkir? (uang parkirpun sekarang sudah naik?), atau seperti memberi pengamen?    Oh…tidaklah yao…….Tuhan layak menerima semua yang terbaik dari kita.  Dan saya percaya Tuhan memperhatikan dan menghargai sikap hati kita yang terpancar melalui cara kita memberi.  
Kecuali kalau memang tidak punya uang untuk kolekte, itu lain cerita. Jangan jadikan itu sebagai alasan untuk tidak datang beribadah.
Marilah kita terus belajar menghargai perkara rohani “…sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Kor 9:7).

Tulus Hati



“Lihat , Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala
 ,sebab itu hendalah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati."
Matius 10:16

Ketulusan hati merupakan salah satu sifat baik yang disukai banyak orang dan salah satu sifat yang dibutuhkan dalam menjaga suatu hubungan.  Karena dengan ketulusan,seseorang merasa aman dan dihargai dengan keyakinan tidak di bohongi atau dibodohi.  Orang yang tulus hati tidak suka mengada-ada, berpura-pura, mencari alasan atau  memutar balik fakta ; tetapi dengan kasih mengatakan yang sebenarnya tanpa bertendensi apapun.
Ketulusan hati berdasarkan Firman Tuhan yang mengatakan,”Jika ya, hendaknya kamu katakan ya ; jika tidak hendaknya kamu katakan tidak.  Lebih dari itu berasal dari si jahat”[Matius 5:37].  Dengan kata lain sebenarnya jika kita tidak tulus hati, kita merupakan mitra dari si jahat yang merupakan bapa segala pendusta [Yohanes 8:44].
Tidaklah mudah untuk memiliki hati yang tulus ; membutuhkan kejujuran pribadi. Juga tidaklah mudah menemukan hati yang tulus.  Tuhan Yesus berkata bahwa hidup kita sebagai anak tebusan seperti domba di tengah-tengah serigala.  Artinya dunia yang telah jatuh dalam dosa hanya dipenuhi dengan topeng ketulusan tetapi sebenarnya “ganas” seperti serigala.  Tidaklah mudah menemukan ketulusan hati seperti  merpati di tengah-tengah serigala.  Karena nyaris sama antara domba dan serigala yang berbulu domba.  Tapi hati keduanya jauh berbeda.
Tuhanlah yang menjadi perisai yang menyelamatkan bagi orang yang tulus hati [Mazmur 7:11].  Ketulusan hati  salah satu karakter yang berkualitas.  Namun sangatlah penting ketulusan hati seperti merpati disertai kecerdikan seperti ular supaya ketulusan hati tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri dan supaya tidak dimanfaatkan oleh orang yang berhati serigala.
Seperti Yesus yang tulus mengasihi kita, marilah kita juga belajar  memiliki hati yang tulus dalam mengasihi  dan menerima sesama kita.  Dan memohon hikmatNya [Yak 1:5] untuk menjadi cerdik supaya tidak di perdaya atau di mangsa serigala di sekitar kita. Akhirnya hanya orang yang tulus hati yang akan melihat Allah [Mazmur 11:7 ; matius 5:8].  YR